05 April, 2008

"Guru Panggilan" atau "Panggilan Guru"


Mengapa Menjadi Guru?
( Sebuah Refleksi Tentang Guru Sebagai PANGGILAN HIDUP )

ILUSTRASI:
1. Bapak Subur adalah seorang guru SD di sebuah desa. Dia menjadi guru sudah 21 tahun. Ia sudah mengalami 7 kali mutasi. Yang menarik dari bapak Subur ini adalah penghayatan nilai-nilai pengabdian dan pelayanan bagi para siswanya untuk berkembang. Dia tekun membantu anak-anak membaca, menulis dan berhitung. Kadang ia harus mengeluarkan uang dari gajinya sendiri yang tidak begitu besar untuk membuat alat peraga agar para siswanya sungguh-sungguh dapat dapat mengerti dan menangkap apa yang diajarkan. Dia begitu sabar untuk membantu para siswa yang secara intelektual agak “terbelakang” bila dibandingkan dengan siswa yang lainnya. Bagi Pak Subur membantu anak-anak “terbelakang” tersebut merupakan kebahagiaan hidupnya tersendiri. Semakin dia dapat membantu anak-anak itu maju, semakin dia merasa sebagai guru yang baik, dan semakin hidupnya menjadi penuh (puas dalam hidup).
2. Bapak Rodeg, adalah seorang guru Sekolah Menengah (SM). Dia sudah 15 tahun menjadi guru. Kalau mengajar dia sesukanya sendiri, jarang sekali mengadakan persiapan mengajar, karena ia merasa sudah hafal dan tahu semua apa yang akan diajarkan kepada para siswa. Relasi dengan para siswanya tidak begitu baik, serta sangat jauh. Kadang dia marah kalau ada pertanyaan yang aneh-aneh dari para siswanya. Dia tidak ambil pusing, kalau para siswanya tidak mengerti apa yang ia ajarkan. “Itu khan urusan siswa sendiri”, demikianlah ia berpikir. Baginya yang penting adalah bicara di depan kelas dan mendapatkan gaji secara teratur. Ia kadang juga mengeluh karena gajinya terlalu kecil, walau sudah diangkat menjadi guru tetap. Maka sebagai sikap memberontaknya secara bawah sadar, dia sering terlambat masuk sekolah. Meninggalkan sekolah tanpa ijin kepala sekolah. Atau setelah mengajar langsung pulang, entah kemana. Seringpula terjadi, kalau kepala sekolah tidak ada di tempat, maka suatu kesempatan baik untuk meninggalkan lokasi sekolah. Hobbynya adalah membuat “ide / keputusan tandingan-tandingan baru” terhadap segala keputusan entah dari Kepala Sekolah atau Yayasan, sehingga terjadi klik-klik dalam komunitas sekolah. Maka nama Rodeg, memang bisa diartikan sebagai “Rodo DEGleng”.

Menurut Hansen, David dalam bukunya THE CALL TO TEACH, New York: Teachers College, Colombia University, 1995., Bapak Subur sungguh menghayati tugas guru sebagai Panggilan Hidup, sedangkan Bapak Rodeg tidak menghayatinya sebagai panggilan hidup, tetapi mungkin “keterpaksaan”, karena menjadi guru hanya untuk mendapatkan gaji saja, atau karena “tidak ada pekerjaan lainnya”.

Tulisan di bawah ini akan menyajikan uraian singkat tulisan dari David Hansen mengenai “Guru sebagai Panggilan Hidup”. Semoga uraian ini dapat kita jadikan bahan refleksi untuk diri kita masing-masing, yang menganggap diri sebagai seorang GURU.

APA ITU PANGGILAN HIDUP?
David Hansen dalam bukunya THE CALL TO TEACH mengungkapkan kriteria suatu panggilan hidup. Menurut dia, ada 2 unsur dalam panggilan hidup, yaitu:
1. Pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain (ada unsur sosial).
2. Pekerjaan itu juga dapat mengembangkan dan memenuhi diri kita sebagai seorang pribadi.

UNSUR PERTAMA: Suatu pekerjaan disebut panggilan hidup, kalau pekerjaan itu mengembangkan orang lain ke arah kesempurnaan dan kepenuhan. Artinya, dengan apa yang kita perbuat, orang-orang lain dilayani untuk semakin berkembang lebih baik lagi. Ada unsur pelayanan bagi orang lain dan unsur sosial dalam pekerjaan itu. Profesi sebagai guru sangat jelas bahwa guru melakukan suatu pekerjaan yang berguna bagi perkembangan hidup para siswa, lingkungan sekola dan bahkan masyarakat di mana mereka hidup. (Seperti halnya tugas seorang dokter yang utama adalah berusaha agar pasien itu disembuhkan. Pertama-tama yang dipikir adalah orang lain, kesembuhan pasien, baru kemudian memikirkan diri sendiri).

Demikian juga seorang guru yang menghayati tugasnya sebagai panggilan, pertama-tama akan berpikir tentang anak didik mereka, bagaimana para siswa dapat berkembang, menjadi semakin tahu, cerdas, dewasa, dll. Berhadapan dengan seorang siswa yang “bodoh”, guru akan berpikir bagaimana dapat membantu anak itu berkembang. Guru akan menjadi senang, bahagia apabila anak yang lemah itu dapat mengerti sesuatu.

Maka cukup jelaslah bahwa guru yang menghayati tugasnya sebagai Panggilan Hidup, bukan pertama-tama mencari nafkah atau uang, tetapi bagaimana dapat membantu anak didik berkembang maju, menguasai ilmu pengetahuan dan dewasa. Oleh karena itu guru yang pertama-tama HANYA berpikir tentang gaji dan uang dan uang terus, jelas tidak tepat, meskipun uang memang penting bagi hidup mereka. Apalagi orang yang ingin menjadi guru untuk menjadi kaya raya, jelas SALAH JALAN. Survey membuktikan bahwa hampir tidak ada seorang guru yang menjadi “milyuner”, kecuali bila ia anak seorang “milyuner” atau mendapatkan jodoh yang “milyuner.

Panggilan seorang guru memang bukan untuk menjadi kaya dalam hal uang. Kekayaan seorang guru adalah pada kemajuan anak-anak didiknya. Bila anak-anak itu semua dapat berkembang lebih cerdas, berkepribadian dan menjadi manusia yang lebih utuh, maka seorang guru akan merasa menjadi kaya.

UNSUR KEDUA: Suatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai panggilan hidup kalau dengan melakukan pekerjaan itu, orang itu juga mendapatkan kepenuhannya sebagai seorang pribadi. Artinya, dengan menjalankan tugas sebagai guru yang baik dan benar, dengan membantu anak-anak untuk dapat lebih berkembang dalam semua aspek kehidupan, seorang guru akan semakin merasa hidupnya bermakna, semakin menemukan identitas dirinya, semakin merasakan kepuasan batin yang mendalam. Seorang guru pasti akan merasa bahagia kalau anak didiknya menjadi orang yang baik dan benar semuanya. Maka tidak mengherankan apabila ada seorang guru yang meskipun harus menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membantu anak yang “bodoh”, ia akan gembira dan puas waktu anak itu akhirnya dapat lebih cerdas dan berkelakuan baik dan benar.

Seorang guru jmerasa menjadi “kaya” karena telah banyak anak didiknya menjadi orang yang sukses, baik dan benar di masyarakat. Kekayaan guru bukan karena pertama-tama mendapatkan “uang” tetapi mendapatkan “pengenalan nama” dari para mantan muridnya. Kekayaan inilah yang menjadikan batin guru lega dan bahagia dalam hidup.

CIRI-CIRI PANGGILAN:
David Hansen menyebutkan beberapa ciri atau syarat bahwa suatu pekerjaan dapat disebut sebagai sebuah panggilan:
1. Pekerjaan itu dijalani dalam waktu yang lama, bukan hanya dalam waktu singkat. Seorang guru merasakan bahwa menjadi pendidik itu adalah panggilan hidupnya bukan secara tiba-tiba dalam waktu 2 jam mengajar, tetapi dalam seluruh proses menjadi guru, baik lewat persiapan menjadi guru dan praktek mengajar yang lama. Setelah mengalami suka dukanya sebagai seorang guru, orang akan dapat lebih mengerti sungguh-sungguh, apakah menjadi guru merupakan panggilan hidupnya atau bukan.
2. Pekerjaan yang “jahat” tidak dapat disebut sebagai panggilan hidup. Misalnya pekerjaan sebagi pencopet, meski dilakukan sudah cukup lama, bukanlah merupakan panggilan hidup. Panggilan hidup ada unsur kebaikan, kebenaran dan membantu orang lain menjadi lebih baik, bahagia dan benar sebagai pribadi manusia. Pembunuh bayaran tidak dapat disebut panggilan hidup, karena tugasnya mencelakakan orang lain, meski tindakan itu dilakukan terus menerus bahkan seumur hidup.
3. Panggilan hidup bukanlah merupakan devosi pribadi yang dirasakan dalam batin saja, tetapi harus nampak dalam segala tingkah laku konkret. Seorang guru yang menjadi lebih aktif, kreatif, inovatif, semakin terlibat dalam proses pengembangan pembelajaran bersama siswa, mau belajar dari orang lain, dia memang sungguh menghayati panggilan hidupnya sebagai guru.
4. Panggilan itu biasanya muncul dari pengaruh sosial dan bukan psikologis belaka. Seseorang ingin menjadi guru karena tertarik pada gurunya yang baik, penuh dedikasi dan dekat dengannya, atau karena orangtuanya / saudaranya menjadi guru; bukan karena mendengar ada guru yang baik. Dorongan panggilan yang terbesar adalah keinginan untuk dapat menyumbangkan sesuatu bagi dunia yang lebih baik.
5. Pengalaman proses mengajar atau mendidik lebih mulia dan bermakna dalam mengembangkan panggilan hidup sebagai guru. Di sini secara kritis dapat dilihat perbedaan antara mengajar dan bekerja di sekolah. Seorang dapat bekerja di sekolah tetapi hatinya tidak pada perkembangan siswa. Tetapi panggilan guru yang mengajar dan mendidik tidak mungkin berkembang tanpa memperhatikan perkembangan siswa. Tindakan seorang guru yang bersikap untuk mengambil keuntungan dari para siswa demi kepentingan pribadi dapat dikatakan tindakan yang amoral. Misalnya menganjurkan bahkan mewajibkan para siswa menabung kepada guru tetapi bunga tabungan dipakai untuk kepentingan diri sendiri. Atau mewajibkan para siswa membeli buku tanpa memberi discount pada para siswa, dan discountnya untuk kepentingan guru sendiri. Dalam kedua kasus ini guru tersebut tidak menghayati panggilannya sebagai guru tetapi lebih pada dia bekerja di sekolah.

PENUTUP
Lepas apa motivasi seseorang menjadi guru dan apa yang mempengaruhi mereka akhirnya memilih bertugas sebagai guru, kiranya sangat penting bahwa guru dengan kesadaran tinggi merefleksikan apa yang sampai saat ini dilakukannya dan mencari makna bagi hidup mereka sendiri. Refleksi ini sangat penting agar mereka akhirnya dapat menyadari bahwa tugas guru adalah panggilan hidup mereka demi membantu generasi muda berkembang dan demi keutuhan mereka sendiri sebagai seorang pribadi manusia. Dikhawatirkan bila mereka tidak merasakan bahwa tugas guru adalah sebagai panggilan hidup, maka mereka akan merasa tidak bahagia dalam hidup dan mentaati aturan Yayasan / Sekolah dengan rasa terpaksa, bukan tumbuh dari kesadarannya sendiri. Maka semangat dedikasi / pengabdian / pelayanan tidak akan muncul dengan sendirinya. Dengan demikian guru mengajar para siswa juga dengan sikap terpaksa. Ini akan sangat runyam dalam proses pendidikan anak-anak.

Tidak ada komentar: